Select Page

Minggu, 21 September 2025

k

Pemantik #2

Ayah Bunda, selamat pagi.

Tagline Sekolah Tetum Bunaya adalah “Membuat Cerdas Tanpa Menggegas”.

Bagaimana prinsip pendidikan Ayah Bunda di rumah? Uraikan dan berikan contoh nyata!

(Uraian berbentuk naratif dan terkait dengan putra/putri Ayah Bunda yang akan bersekolah di SD Tetum Bunaya).

Perjalanan Menulis Jurnal

Day(s)

:

Hour(s)

:

Minute(s)

:

Second(s)

Masih Relevankah?

Ketika mendirikan sekolah ini dulu, yang terbersit adalah sekolah yang menyenangkan untuk anak. Kata menyenangkan bukan berarti memanjakan, namun membuat membuat anak bertumbuh sesuai tahapan perkembangannya. Menurut Erik Erikson, ada delapan tahapan perkembangan manusia, dan setiap tahapan mesti dilalui dengan tuntas, agar pada tahap berikutnya tidak ada PR dari tahap sebelumnya. Karena yang ditangani di Tetum hanya sampai usia 11 tahun, saya akan membahas Tahap 1 sampai ke-4 saja.

Tahap 1 ~  Trust & Mistrust (sejak lahir hingga 18 tahun)

Pada tahap ini, anak akan merasa nyaman bila lingkungannya memenuhi kebutuhannya. Sebaliknya, anak akan merasa tidak nyaman jika kebutuhannya tidak terpenuhi. Dari hubungan dengan sekelilingnya (terutama ibu), anak akan membentuk konsep trust (rasa percaya) dan mistrust (tidak percaya). Bila bayi nyaman, dia akan merasa percaya pada lingkungan. Misalnya, ketika mendapat asupan MPASI di usia 6 bulan, dia akan nyaman mencoba, karena sebelumnya ibunya selalu datang memberinya ASI bila dia haus.

Implikasi di Tetum adalah dengan menanyakan kondisi ibu dan bayi sejak masa kehamilan hingga 1 tahun pertama pada Biografiku.

Tahap 2 ~ Autonomy vs Shame & Doubt (1,5 — 3 tahun)

Bila “lulus” di Tahap 1, maka di tahap berikutnya anak akan mengembangkan kontrol pribadi atas keterampilan fisik dan rasa kemandirian. Dia memegang sendok dan melepaskan, mendorong benda-benda besar, mencoba sepatu orang tuanya, dan eksplorasi luar biasanya lainnya. Tahap ini adalah masa ketika seorang manusia menjadi “raja” dalam hidupnya. Dia bisa berbuat apa saja sesuai dengan kemampuannya, dan tidak takut untuk dilarang.

Sebaliknya, jika anak sering dikritik, terlalu dikendalikan, atau tidak diberi kesempatan, maka dia akan mulai kurang percaya diri, merasa ragu atau malu, dan menjadi terlalu bergantung pada orang lain.

Kami membuka Kelompok Bermain agar periode ini terjaga dengan baik. Anak belajar ke toilet, membuka sepatu, makan sendiri, dan bina diri yang membentuk rasa percaya dirinya.

Tahap 3 ~ Initiative vs Guilt  (3-5 tahun)

Di tahap ini anak mengeksplorasi keterampilan interpersonalnya. Dia senang bermain dan  berteman, serta mencoba kemampuan-kemampuan yang ada pada dirinya. Bila berhasil di tahap ini, anak akan percaya diri, ceria, dan bisa belajar memimpin temannya. Jika gagal di tahap ini, anak jadi peragu, dan kurang inisiatif.

Kisaran tahapan ini ada di TK Tetum Bunaya, tempat anak-anak menjalani masa akhir golden age dengan bahagia, dan mengeksplorasi keterampilan diri semaksimal mungkin.

Tahap 4 ~ Industry vs. Inferiority (6 – 11 tahun)

Ini adalah tahap Sekolah Dasar. Di tahap ini, anak belajar memasuki dunia masyarakat nyata. Jika anak dimotivasi berinisiatif, dia akan percaya diri dan bangga atas keberhasilannya. Namun, jika inisiatif tidak didorong atau terlalu dibatasi oleh orang tua maupun guru, maka anak akan merasa rendah diri.

Di Tetum kami membagi lagi tahap ini menjadi perkembangan di SD Level Bawah (kelas 1-3 SD), dan SD Level Atas (kelas 4-6 SD). Penyikapan pada kedua level itu berbeda. Pada SD Level Bawah kami membimbing anak untuk tumbuh setahap demi setahap memahami tuntutan kehidupan yang tertuang di kurikulum. Di Tetum, kami berprinsip, apa pun kurikulumnya, siapa pun menterinya, pemberian di lapangan tetap bersifat konkret dan sesuai dengan perkembangan setiap anak. Jadi yang menjadi queen adalah anak, bukan kurikulum.

Pada SD Level Atas, anak mulai berubah sejalan dengan masa praremaja yang dimasukinya. Sebetulnya ada bagian dari Tahap 5 (Identity vs Confusion) yang masuk di sini. Dari pengamatan kami, anak-anak menjadi makin cepat masuk ke tahap 5. Kebingungan mencari identitas diri muncul dengan mulai mencoba berbohong, berbicara bahasa binatang, membentuk kelompok khusus, dan lain-lain.

Semua itu mesti disikapi dengan cermat olehh lingkungan, agar anak bisa masuk ke tahap berikutnya dengan baik.

Nah, dengan tahap perkembangan ini kami membuat slogan “Membuat Cerdas tanpa Menggegas”. Kami tidak memakai kata “pintar” tetapi “cerdas”, karena kata itu mengandung makna kemampuan sosial emosional, dan bukan hanya bersifat kognisi saja. Untuk membuat anak cerdas, sesuai tahapan perkembangannya, maka kita tidak perlu menggegas, mengikuti standar masyarakat, atau membandingkan dengan anak tetangga atau saudara. Kita ikuti saja tahapan yang digagas Opa Erik di atas.

Sekalipun kecenderungan berpikir sudah menjadi instan, kami tetap akan akan memakai slogan itu. Perkembangan anak tidak akan instan kan?

Endah Widyawati

Kepala Bagian Akademik, Sekolah Tetum Bunaya